Nelayan Sungai Batu: Saat Laut Tak Lagi Ramah, Ke Mana Kami Harus Pergi?

0
IMG_2170

Author(s)          : Nova Ahmad Tamimi

Institution         : Universitas Jenderal Achmad Yani


Matahari baru saja muncul di ufuk timur, memantulkan cahaya keemasan di permukaan air Sungai Batu, Penang. Bagi nelayan di sini, pagi seharusnya menjadi awal harapan”hari baru untuk mengarungi laut, mencari nafkah, dan membawa pulang rezeki. Namun kini, yang tersisa hanyalah ketidakpastian.

Ombak yang dulu menjadi sahabat, kini terasa asing. Jaring-jaring mereka tak lagi penuh dengan ikan, hanya tersangkut lumpur dan serpihan proyek pembangunan yang kian menggerogoti pesisir. Para nelayan hanya bisa menatap horizon dengan perasaan pilu”ke mana mereka harus mencari penghidupan jika laut yang mereka cintai perlahan direnggut dari mereka?

Ketika Laut Berbisik,Aku Tak Sama Lagi

Bagi para nelayan Sungai Batu, laut bukan sekadar sumber penghasilan, tetapi juga warisan. Sejak kecil, mereka diajari bagaimana membaca arah angin, memahami gelombang, dan menghormati laut sebagai ibu yang memberi kehidupan.

Namun, ibu yang dulu melindungi mereka kini seperti berubah. Proyek reklamasi dan pembangunan besar-besaran di kawasan pesisir telah mengubah segalanya. Air laut yang dulu jernih kini keruh. Tempat-tempat ikan berkembang biak perlahan menghilang, membuat hasil tangkapan semakin menipis.

“Kadang saya bertanya, apakah ini akhir bagi kami?” ucap seorang nelayan dengan suara berat, matanya menatap jauh ke hamparan laut yang tak lagi menjanjikan.

Antara Bertahan dan Menghilang

Bagi banyak nelayan, meninggalkan laut bukan pilihan. Ini bukan sekadar pekerjaan, tetapi jati diri mereka. Namun, bagaimana bisa bertahan jika laut yang memberi makan kini justru mengusir mereka?

Beberapa nelayan mencoba mencari peruntungan lain”beralih menjadi pekerja buruh, berjualan kecil-kecilan, atau mencari pekerjaan di kota. Tapi tidak semua memiliki pilihan itu. Banyak dari mereka yang sudah lanjut usia, terlalu tua untuk memulai dari nol.

“Kami bukan menolak pembangunan, tapi bisakah mereka setidaknya melihat kami? Mendengar suara kami? Jangan biarkan kami tenggelam dalam diam,” kata seorang nelayan lain dengan nada getir.

Harapan di Ujung Senja

Saat matahari mulai tenggelam, nelayan-nelayan Sungai Batu duduk di tepi pantai, menatap ombak yang terus berkejaran. Laut mungkin telah berubah, tetapi harapan mereka belum sepenuhnya padam.

Mereka berharap ada keadilan, ada solusi yang tidak hanya memihak mereka yang punya kuasa, tetapi juga kepada mereka yang hidupnya bergantung pada laut. Mereka berharap ada kebijakan yang lebih bijak, yang tidak hanya melihat angka-angka keuntungan, tetapi juga melihat wajah-wajah yang menggantungkan hidup pada perahu dan jaring mereka.

Laut yang dulu menjadi rumah kini terasa asing. Tapi mereka tetap berjuang. Karena bagi nelayan Sungai Batu, menyerah bukanlah pilihan. Mereka akan terus bertahan ”selama laut masih berbisik dan angin masih berhembus.

Tapi pertanyaannya, sampai kapan?

#penangmalaysia#tambakanlautpenang#universitysainsmalaysia#unjani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *