MENEMBUS TEMBOK FORMALISME RUPS: SAATNYA PENETAPAN KOMISARIS BUMN BISA DIUJI PTUN
Artikel ini mengulas dominasi kewenangan Menteri BUMN dalam penetapan komisaris yang selama ini tersembunyi di balik formalitas RUPS. Dengan pendekatan hukum administrasi negara, tulisan ini mengajukan gagasan agar tindakan pra-RUPS yang bersifat publik dapat diuji di PTUN, guna memperkuat akuntabilitas dan menembus tembok formalisme korporasi dalam tata kelola BUMN.

Di tengah meningkatnya sorotan publik terhadap praktik rangkap jabatan, konflik kepentingan, dan intervensi politik di tubuh BUMN, mekanisme pengangkatan komisaris kembali menjadi bahan perdebatan hukum dan etik. Secara formal, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) disebut sebagai organ tertinggi perseroan yang berwenang menetapkan komisaris. Namun dalam praktiknya, Menteri BUMN memainkan peran yang sangat dominan dalam menentukan siapa yang duduk di kursi strategis tersebut. Ketimpangan antara mekanisme formal korporasi dan realitas pengambilan keputusan administratif menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah proses penetapan komisaris BUMN benar-benar murni urusan korporasi, atau justru ekspresi kewenangan publik yang seharusnya dapat diuji di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)?