Makanan Bergizi Gratis (MBG)
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah bergulir di berbagai sekolah di Indonesia. MBG merupakan usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui penguatan gizi bagi anak sekolah. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk memberdayakan UMKM dan ekonomi kerakyatan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.

MAKAN BERGIZI GRATIS (MBG)
- PENDAHULUAN
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah bergulir di berbagai sekolah di Indonesia. MBG merupakan usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui penguatan gizi bagi anak sekolah. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk memberdayakan UMKM dan ekonomi kerakyatan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Program pemberian makanan bergizi bagi anak sekolah telah dilaksanakan di sejumlah negara. Bahkan, pada tahun 2022, program ini telah menjangkau hampir 418 juta anak di berbagai penjuru belahan dunia. Pemberian makanan bergizi untuk anak sekolah di Amerika Serikat dikenal dengan National School Lunch Program. Di India, program serupa dikenal dengan The Mid-Day Meal Scheme, sementara di Afrika dikenal dengan Homegrown School Feeding.[1]
Berdasarkan studi World Bank pada tahun 2024, pemberian makan bergizi dapat meningkatkan tingkat kehadiran, tingkat partisipasi, serta mengurangi malnutrisi atau stunting. Di beberapa negara maju, studi menunjukkan bahwa pemberian makan bergizi juga dapat mengendalikan pola makan sehingga mengurangi risiko obesitas dan diabetes sejak dini bagi anak usia sekolah. Di negara-negara Afrika, merujuk pada data United Nations World Food Programme pada 2021, program makan bergizi di sana mampu memperluas kesempatan petani lokal, mendorong ekonomi pedesaan/kerakyatan, memperkuat ketahanan pangan, serta mengurangi rantai pasok dan emisi karbon.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan program makan siang gratis Indonesia pada pemerintahan Prabowo Subianto yang berjalan secara bertahap sejak 6 Januari 2025. MBG menargetkan siswa-siswi PAUD hingga SMA/SMK serta ibu hamil dan menyusui[2] Meski dirancang dengan klaim untuk meningkatkan gizi masyarakat, penerapan MBG menuai banyak kritik dan krisis kepercayaan, terutama karena menyebabkan keracunan massal. Lebih dari 5.000 kasus keracunan MBG terjadi di seluruh Indonesia (per September 2025), dengan kasus serentak terbanyak terjadi pada 1.333 pelajar di Bandung Barat[3]
Pemerintah meluncurkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan tujuan meningkatkan gizi masyarakat dan mengurangi angka kemiskinan. Program MBG menargetkan 82,9 juta penerima manfaat dengan alokasi anggaran sebesar Rp171 triliun. Fokus utama program ini adalah peningkatan gizi anak-anak dan ibu hamil, sekaligus berkontribusi pada pengurangan angka kemiskinan hingga 2,6 persen. MBG telah ditetapkan sebagai salah satu program prioritas nasional untuk periode 2025–2029 di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Pada 12 Maret 2025, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa audit program harus dilakukan setiap tiga bulan sekali untuk memastikan implementasi yang tepat sasaran. Kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan dengan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy. Pada Maret 2025, program MBG telah berjalan di 38 provinsi, menjangkau 2 juta penerima manfaat melalui 722 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Pemerintah menargetkan agar 32.000 SPPG dapat beroperasi hingga akhir 2025
Berdasarkan data dari Badan Gizi Nasional (BGN), pada 2025, sebanyak 30.000 SPPG diperlukan untuk menjangkau 82,9 juta penerima manfaat MBG secara merata. Dari jumlah tersebut, 1.542 SPPG akan didanai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sementara 28.458 lainnya akan dibangun melalui skema kemitraan
Tujuan Program Makan Bergizi Gratis
- Meningkatkan status gizi masyarakat.
- Mendukung pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas.
- Mencegah anemia dan mendukung konsentrasi belajar pada anak.
- Mencegah stunting dan memperkuat tumbuh kembang generasi penerus bangsa.
Target Penerima Manfaat
- Sasaran Prioritas yaitu, Ibu hamil, ibu menyusui, dan anak di bawah usia 2 tahun (bayi dan balita).
- Sasaran Penting juga mencakup Remaja putri, dan anak di bawah usia 5 tahun.
- Target Umum (2025) adalah Anak usia 0-6 tahun, siswa SD, SMP, dan SMA, terutama di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Target Sasaran Makan Bergizi Gratis (MBG), Melalui Perpres Nomor 83 Tahun 2024, pemerintah menunjuk Badan Gizi Nasional (BGN) untuk menjalankan tugas dalam pemenuhan gizi nasional. Selanjutnya, sasaran pemenuhan gizi yang menjadi tugas BGN tersebut diarahkan kepada setidaknya empat kelompok utama. Pertama, peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di lingkungan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan, pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus, dan pendidikan pesantren. Pada kelompok ini, program menyasar anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan, di mana gizi yang cukup sangat penting untuk mendukung proses belajar dan perkembangan kognitif mereka.
Kedua, anak usia di bawah lima tahun. Kelompok ini termasuk menjadi sasaran utama program makan bergizi gratis lantaran balita merupakan periode kritis dalam tumbuh kembang anak. Kekurangan gizi pada masa periode pertumbuhan ini dapat menyebabkan dampak yang tidak dapat dipulihkan.
Ketiga, ibu hamil. Pemenuhan gizi pada ibu hamil juga sangat penting. Gizi yang baik selama kehamilan memberi perlindungan bagi ibu hamil dan janin sebab dapat mencegah komplikasi kehamilan, kelahiran prematur, serta stunting pada bayi.
Keempat, ibu menyusui. Gizi yang cukup pada ibu menyusui penting untuk produksi ASI yang berkualitas dan tumbuh kembang bayi yang optimal. Oleh sebab itu, kelompok ibu menyusui juga penting untuk diperhatikan dan menjadi sasaran program pemenuhan gizi oleh pemerintah.
Pelaksanaan program MBG akan menyasar empat kelompok utama tersebut dengan target sebanyak 17.980.263 orang sampai dengan akhir tahun 2025. Pada saat ini, pelaksanaan program MBG dilakukan untuk kabupaten/kota yang telah memiliki infrastruktur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Ke depannya, program MBG akan diprioritaskan untuk daerah 3T di Indonesia.
MBG memiliki berbagai target pencapaian yang telah ditetapkan. Di sektor siswa dan santri, program ini bertujuan mengatasi kelaparan akut dan kronis serta meningkatkan pertumbuhan berat badan sebesar 0,37 kg per tahun dan tinggi badan sebesar 0,54 cm per tahun. Selain itu, program ini juga menargetkan peningkatan tingkat partisipasi siswa di sekolah hingga 10%, serta penambahan rata-rata kehadiran siswa sebanyak 4 hingga 7 hari per tahun. Upaya ini mencakup pengurangan ketimpangan gender dengan meningkatkan partisipasi siswa perempuan di sekolah. Untuk ibu hamil dan balita, program ini menargetkan penurunan angka stunting nasional menjadi di bawah 10% dalam 3-5 tahun. Selain itu, diharapkan dapat mengurangi angka kematian balita, yang saat ini mencapai 21 kematian per 1.000 kelahiran. Dalam jangka panjang, program ini menetapkan sejumlah pencapaian ambisius bagi Indonesia pada tahun 2045. Diproyeksikan bahwa hanya 0,5%-0,8% penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Indonesia juga menargetkan status Tanpa Kelaparan dengan nilai Global Hunger Index (GHI) di bawah 10. Angka stunting diharapkan menurun hingga di bawah 5%, termasuk balita yang tidak mengalami kekurangan gizi. Untuk sektor pendidikan, targetnya adalah meningkatkan rata-rata lama belajar penduduk Indonesia menjadi 12 tahun pada 2045.
- ISI
- Efektivitas Program
Program MBG bertujuan untuk mengatasi masalah stunting dan meningkatkan kualitas gizi anak-anak. Namun, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengkritik bahwa program ini belum sepenuhnya tepat sasaran. Salah satu masalah utama adalah distribusi yang tidak merata, karena kasus gizi buruk dan stunting lebih tinggi di beberapa daerah dibandingkan dengan daerah lainnya. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa pemangkasan biaya per porsi makan dari Rp15.000–20.000 menjadi Rp10.000 akan menurunkan kualitas makanan yang diberikan. Hal ini bisa membuat program MBG kurang efektif dalam mengatasi stunting.
- Dampak terhadap Anggaran Negara
Pemerintah Indonesia mengalokasikan anggaran sebesar Rp71 triliun untuk menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga Juni 2025. Namun, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyatakan bahwa untuk mengoperasikan program ini secara penuh sepanjang tahun, dibutuhkan anggaran hingga Rp420 triliun. Pada Juni 2025, pemerintah berencana mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp140 triliun guna memastikan keberlanjutan program tersebut. Meski demikian, sejumlah pihak menilai bahwa negara belum memiliki kapasitas fiskal yang cukup untuk membiayai program MBG secara menyeluruh[4]
Dengan anggaran sebesar Rp71 triliun, program MBG hampir setara dengan 90% dari total belanja perlindungan sosial Kementerian Sosial pada tahun 2024. Hal ini dikhawatirkan dapat mengorbankan program sosial lainnya, seperti program permakanan untuk lansia dan penyandang disabilitas. Selain itu, jika anggaran MBG tidak tercukupi, Indonesia berisiko mengalami defisit anggaran yang melebihi batas maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang pada gilirannya dapat mengancam stabilitas ekonomi nasional. Oleh karena itu, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) merekomendasikan agar program MBG difokuskan terlebih dahulu pada wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) serta daerah-daerah dengan prevalensi stunting tertinggi.
Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda, menambahkan bahwa terbatasnya penerimaan negara dan menurunnya rasio pajak membuat pembiayaan program MBG semakin menantang. Menurutnya, jika program ini tetap dipaksakan, defisit anggaran berpotensi melampaui batas 3% dari PDB. Ia juga mengkritik rencana penggunaan dana desa untuk mendanai program MBG, karena hal itu dapat mengurangi kemandirian desa dalam menentukan prioritas pembangunan. Selain itu, Huda menyoroti potensi peningkatan penerimaan negara yang belum dioptimalkan, terutama dari sektor pajak pertambangan dan pengemplang pajak yang nilainya diperkirakan mencapai lebih dari Rp300 triliun[5].
- Aspek Implementasi MBG
Sebagai unit yang bertugas melaksanakan program MBG, BGN telah dilengkapi dengan unit kerja yang secara komprehensif dapat melaksanakan program MBG sesuai dengan end to end process secara efektif dan efisien. Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN bertugas untuk menyelenggarakan perumusan, koordinasi, sinkronisasi, perumusan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kebijakan teknis di bidang sistem dan tata kelola pemenuhan gizi nasional.
Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan BGN bertugas untuk melaksanakan pemantauan dan pengawasan program MBG. Sementara, Inspektorat Utama BGN bertugas melakukan pengawasan internal. Diharapkan dengan adanya pembagian kewenangan sesuai dengan unit kerja yang ditetapkan, pelaksanaan program MBG dapat berjalan baik, tepat sasaran, serta efektif dan efisien dalam penggunaan anggaran.
Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kemanusiaan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) menyatakan ada sejumlah aspek penting yang menjadi bagian dari implementasi program MBG, yang meliputi penyediaan makanan bergizi, edukasi gizi, pemantauan dan evaluasi, kerja sama lintas sektor, serta pemberdayaan UMKM lokal.
Penyediaan makanan bergizi berkaitan dengan distribusi makanan bergizi secara gratis ke sekolah-sekolah, posyandu, fasilitas kesehatan atau langsung ke rumah tangga sasaran. Makanan yang diberikan harus memenuhi standar gizi seimbang, mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh.
Aspek edukasi gizi memiliki maksud bagaimana program penyuluhan dan pendidikan gizi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya gizi seimbang, pemilihan makanan yang tepat, dan cara mengolah makanan yang baik. Edukasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti seminar, pelatihan, booklet, poster, dan media sosial.
Untuk aspek pemantauan dan evaluasi, program MBG memiliki sistem untuk memantau status gizi kelompok sasaran secara berkala, seperti pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala. Evaluasi efektivitas program juga perlu dilakukan untuk memastikan bahwa program berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Program MBG juga dijalankan dengan memperhatikan aspek kerja sama lintas sektor, yaitu adanya kolaborasi antara BGN, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dikdasmen, Kementerian Sosial, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pemerintah daerah, serta pihak terkait lainnya untuk implementasi program yang efektif dan berkelanjutan.
Aspek terakhir yang ditekankan dalam implementasi program MBG adalah pemberdayaan UMKM Lokal dalam penyediaan rantai pasok makanan bergizi untuk mendorong ekonomi lokal dan memastikan ketersediaan makanan yang segar dan berkualitas. DJA menegaskan dengan fokus pada penyediaan akses makanan bergizi bagi kelompok-kelompok kritis seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak, program ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan pada perkembangan kognitif, kesehatan, dan produktivitas generasi mendatang. Keberhasilan program ini akan menjadi kuncul dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, menciptakan generasi yang cerdas, sehat, dan produktif yang mampu bersaing di tingkat global.
- Insiden Keracunan Makanan
Sejak Januari 2025, sejumlah kasus keracunan massal dilaporkan terjadi di berbagai daerah di Indonesia, diduga terkait dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan di sekolah-sekolah. Pada 16 Januari 2025, sebanyak 40 siswa di SDN Dukuh 03, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, mengalami gejala keracunan setelah menyantap menu MBG.[6] Selanjutnya, pada 18 Februari 2025, delapan siswa sekolah dasar di Kabupaten Empat Lawang, Sumatra Selatan, juga mengalami keracunan usai menyantap makanan dari program serupa.[7] Pada 14 April 2025, sebanyak 60 pelajar di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, dari delapan sekolah jenjang TK hingga SMP melaporkan gejala menyerupai keracunan usai menyantap makanan dari program MBG.[8]
Kasus serupa juga terjadi pada 21 April 2025 di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, ketika 78 siswa dari Madrasah Aliyah Negeri 1 Cianjur dan SMP PGRI 1 Cianjur mengalami gejala muntah, pusing, dan diare setelah mengonsumsi paket MBG. Program MBG di dua sekolah tersebut dihentikan sementara pascakejadian.[9] Dua hari kemudian, pada 23 April 2025, Pemerintah Kabupaten Cianjur menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) setelah tercatat 177 warga mengalami keracunan, termasuk 79 siswa korban keracunan MBG pada 21 April.[10] Pada hari yang sama, 23 April 2025, sebanyak 13 siswa sekolah dasar di Bombana, Sulawesi Tenggara, mengalami gejala keracunan seperti muntah, sakit perut, dan pusing setelah menyantap ayam goreng tepung dari menu MBG yang diduga basi.
Sebanyak 342 siswa di Kota Bandung keracunan seusai mengonsumsi paket makan bergizi gratis pada Selasa, 29 April 2025 sore. Para korban merupakan siswa SMPN 35 Bandung di Dago Pojok, Kecamatan Coblong. Mereka menyantap paket MBG yang sudah berbau tidak enak pada pukul 11.00 WIB. Sore harinya, 324 siswa mengalami diare, mual, hingga muntah. Akibatnya, dapur satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang selama ini mendistribusikan paket MBG ke SMP Negeri 35 dan tiga sekolah lain (SDN 24, SDN 189, SMAN 19) dihentikan untuk sementara. Pada hari itu, tidak ditemukan kasus keracunan di tiga sekolah lain, karena siswa di dua SD tersebut mengonsumsi makanannya lebih pagi, sedangkan siswa SMAN 19 yang baru mendapatkan MBG pada pukul 13.30 WIB tidak memakannya karena sudah berbau.[11]
Sebanyak 400 pelajar di Kabupaten Tasikmalaya merasakan mual, pusing, sakit perut, hingga diare pada Kamis, 1 Mei 2025, setelah menyantap menu Makan Bergizi Gratis. Para pelajar tersebut tersebar dari jenjang pendidikan TK, SD, hingga SMP di Kecamatan Rajapolah. Para siswa mengonsumsi paket MBG pada Rabu, 30 April 2025. Selang sehari, para siswa mulai merasakan gejala keracunan.[12]
Sebanyak 223 siswa taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas dari sembilan sekolah di Kota Bogor keracunan usai mengonsumsi paket Makan Bergizi Gratis yang didistribusikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Bosowa Bina Insani pada Selasa, 6 Mei 2025. Menu tersebut terdiri dari nasi, telur mata sapi disiram saus, tahu kuning, jeruk serta tumis taoge dan jagung. Para siswa mengalami sakit perut, pusing, mual, muntah hingga diare. B (13), siswa kelas 6 SDN Kedung Jaya 1 Kota Bogor mengeluhkan sakit perut, pusing, dan mual pada Selasa malam. Ia muntah-muntah saat bersiap ke sekolah pada Rabu, 7 Mei 2025 pagi. “Dibawa ke puskesmas. Dikasih obat, tapi diare. Jadi dibawa ke RS Islam,” katanya. Ia harus dirawat inap hampir satu minggu. Teman sekelasnya R (12), mengalami hal serupa. Ia menderita sakit perut dan mual, hingga terus berlanjut dengan muntah-muntah dan diare pada Rabu dini hari. Orangtuanya bergegas membawa R ke RSUD Kota Bogor dan dirawat inap selama dua hari. Dinas Kesehatan Kota Bogor melaporkan sejak 7 hingga 12 Mei, sebanyak 45 murid dirawat inap, 49 dirawat jalan dan 127 lainnya mengalami keluhan ringan. Kasus ini berasal dari sembilan sekolah yang telah melapor.[13]
Sebanyak 186 siswa di SMPN 8 Kota Kupang mengalami keracunan setelah mengonsumsi paket Makan Bergizi Gratis. Pada Senin, 21 Juli 2025, mereka mengonsumsi paket MBG di sekolah yang berisi nasi, sayur, daging sapi, dan buah. Setelah makan, mereka semua mual, nyeri pada perut, dan muntah. Banyak yang buang air besar terus-menerus sehingga lemas. Para korban dirawat di RSU Mamami, RSUD SK Lerik dan RSU Siloam.
- Baki Mengandung Minyak Babi
Ompreng MBG yang menuai kontra. Baki/ompreng produksi Tiongkok yang dipakai dalam program MBG terbukti dibuat dengan pelumas minyak babi. Ini menjadikan proses produksinya.tidak memenuhi standar halal menurut Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (NU)[14]
- Makanan Bergizi Gratis (Harapan Baru atau Beban Baru)
Konsep Makanan Bergizi Gratis (MBG) atau seringkali diartikan sebagai program pemberian makanan tambahan bergizi, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak usia dini, ibu hamil, dan menyusui, adalah sebuah inisiatif yang patut diapresiasi. Di atas kertas, ide ini terdengar sangat mulia: memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang status ekonomi, memiliki akses terhadap nutrisi esensial yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang optimal dan kesehatan yang baik. Namun, seperti banyak program sosial yang ambisius, implementasi MBG di lapangan seringkali menghadirkan serangkaian tantangan yang kompleks, memunculkan pertanyaan krusial: apakah MBG benar-benar menjadi solusi berkelanjutan, atau justru berpotensi menciptakan beban baru bagi sistem yang ada?
- Potensi Positif Investasi Jangka Panjang untuk Generasi Emas
Tidak dapat dipungkiri, potensi manfaat dari program MBG sangatlah besar. Kekurangan gizi, terutama pada masa kritis perkembangan anak, dapat meninggalkan jejak permanen berupa stunting, gangguan kognitif, dan rentan terhadap penyakit kronis di kemudian hari. Dengan memberikan makanan bergizi secara gratis, program ini berupaya memutus rantai kemiskinan gizi dan memberikan kesempatan yang lebih setara bagi anak-anak untuk mencapai potensi penuh mereka.
Bagi ibu hamil dan menyusui, asupan gizi yang cukup adalah fondasi kesehatan ibu dan bayi. Program MBG dapat menjadi jaring pengaman vital, memastikan bahwa mereka mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan untuk kehamilan yang sehat dan produksi ASI yang berkualitas, yang pada akhirnya berdampak positif pada kesehatan generasi penerus. Selain itu, program seperti ini dapat mengurangi beban finansial keluarga miskin yang kesulitan menyediakan makanan bergizi bagi anggota keluarganya.
- Tantangan Implementasi Realitas di Lapangan yang Perlu Diwaspadai
Namun, optimisme terhadap MBG harus diimbangi dengan kewaspadaan terhadap berbagai tantangan implementasinya.
Pertama, keberlanjutan pendanaan. Program pemberian makanan gratis berskala besar membutuhkan alokasi anggaran yang signifikan dan berkelanjutan. Pertanyaan mendasar adalah: dari mana sumber dana ini akan berasal secara konsisten? Apakah akan mengorbankan program-program penting lainnya? Jika pendanaan tidak stabil, program ini berisiko menjadi “proyek mercusuar” yang hanya berjalan sementara, meninggalkan kekosongan begitu dana habis.
Kedua, kualitas dan kesesuaian nutrisi. “Bergizi” adalah kata kunci yang krusial. Bagaimana memastikan bahwa makanan yang diberikan benar-benar memenuhi standar gizi yang dibutuhkan? Apakah komposisi makanannya sesuai dengan kebutuhan spesifik usia dan kondisi penerima? Ada risiko makanan yang diberikan bersifat generik, kurang variatif, atau bahkan tidak sesuai dengan selera lokal, yang pada akhirnya mengurangi efektivitasnya. Pengawasan kualitas yang ketat dan evaluasi berkala terhadap kandungan nutrisi menjadi sangat penting.
Ketiga, distribusi yang merata dan efisien. Bagaimana memastikan program ini menjangkau seluruh target sasaran, terutama di daerah terpencil atau sulit dijangkau? Sistem distribusi yang buruk dapat menyebabkan kebocoran, penyelewengan, atau keterlambatan pasokan, sehingga program yang niatnya baik ini justru tidak efektif. Pemilihan mitra distribusi yang tepat dan sistem pemantauan yang transparan menjadi kunci.
Keempat, potensi ketergantungan dan dampak pada pasar lokal. Jika tidak dirancang dengan baik, MBG dapat menciptakan ketergantungan pada bantuan, mengurangi insentif bagi keluarga untuk mencari sumber pangan mandiri. Di sisi lain, pengadaan makanan dalam skala besar untuk program ini perlu dipertimbangkan dampaknya terhadap petani dan produsen lokal. Apakah program ini justru mematikan usaha kecil atau justru memberdayakan mereka melalui pengadaan yang adil?
Kelima, penyalahgunaan dan korupsi. Seperti program bantuan sosial lainnya, MBG rentan terhadap potensi penyalahgunaan dan korupsi, baik pada tahap pengadaan, distribusi, maupun pelaporan. Mekanisme pengawasan yang kuat, audit independen, dan partisipasi masyarakat dalam pemantauan menjadi benteng pertahanan terhadap praktik-praktik tidak terpuji ini.
- Menuju Program MBG yang Berkelanjutan dan Efektif
Agar program Makanan Bergizi Gratis dapat benar-benar menjadi solusi, bukan beban, beberapa hal krusial perlu diperhatikan:
- Desain Program yang Komprehensif
MBG sebaiknya tidak berdiri sendiri, melainkan terintegrasi dengan program-program lain yang mendukung ketahanan pangan dan gizi keluarga, seperti edukasi gizi, pemberdayaan ekonomi, dan peningkatan akses sanitasi.
- Transparansi dan Akuntabilitas
Setiap tahap program, mulai dari perencanaan anggaran, pengadaan, distribusi, hingga evaluasi, haruslah transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
- Pendekatan Partisipatif
Melibatkan komunitas penerima manfaat dalam perencanaan dan evaluasi program dapat meningkatkan relevansi dan efektivitasnya, serta mengurangi potensi masalah.
- Evaluasi Berkelanjutan
Program harus terus dievaluasi secara berkala untuk mengukur efektivitasnya, mengidentifikasi kelemahan, dan melakukan perbaikan yang diperlukan.
Makanan Bergizi Gratis memiliki potensi besar untuk menjadi mercusuar harapan, terutama bagi mereka yang paling membutuhkan. Namun, harapan ini hanya akan terwujud jika kita mampu menavigasi kompleksitas implementasinya dengan bijak, memastikan bahwa program ini dirancang dengan matang, didanai secara berkelanjutan, dikelola dengan transparan, dan dieksekusi dengan efektif. Jika tidak, MBG bisa saja hanya menjadi mimpi indah yang berujung pada kekecewaan.
- REFERENSI
Ayuningrum, Retno. “Bos BGN Sebut 7,5 Juta Orang Santap Makan Bergizi Gratis“. detikfinance. Diakses tanggal 2025-10-02.
BBC News Indonesia. 2025-09-22. “MBG dan kasus keracunan yang mencapai 5.626 – Evaluasi menyeluruh atau alihkan anggaran untuk pendidikan?“. Diakses tanggal 2025-10-02.
Damayanti, Aulia. “3,2 Juta Orang Terima Makan Bergizi Gratis, Realisasi Anggaran Rp 2,3 T“. detikfinance. Diakses tanggal 2025-10-02.
Deannova, Alfito. “Prabowo: MBG Capai 25 Juta Penerima Manfaat, Desember Akan 82,9 Juta“. detiknews. Diakses tanggal 2025-10-02.
“detail news”. www.bgn.go.id. Diakses tanggal 2025-10-02.
Dewi, Ni Kadek Trisna Cintya (6 Januari 2025 | 14.58 WIB). “Resmi Dimulai Hari Ini, Siapa Saja Penerima Manfaat Makan Bergizi Gratis?“. Tempo. Diakses tanggal 2025-10-02.
FLO (23 April 2025) “Seusai Mengonsumsi Paket MBG, 78 Siswa di Cianjur Diduga Keracunan” Kompas.
FLO (24 April 2025) “Ratusan Warga Keracunan, Cianjur Tetapkan KLB” Kompas.
FLO (2 Mei 2025) “Lagi, Siswa Keracunan Seusai Konsumsi Paket MBG” Kompas.
FLO (3 Mei 2025) “400 Pelajar Keracunan Seusai Santap Menu MBG” Kompas.
Media, Kompas Cyber (2025-03-12). “Luhut: Kita Sepakat akan Mengaudit Program MBG Tiap Kuartal“. KOMPAS.com. Diakses tanggal 2025-10-02.
Fransiskus Wahyu Wardhana Dhany (15 Mei 2025) “Ironi MBG dan Kasus Keracunan” Kompas.
FRN (24 Juli 2025) “Warga Mendesak Kasus di Kota Kupang Diungkap Kepada Publik” Kompas.
JAL (25 April 2025) “Siswa SD di Bombana Keracunan Ayam Basi” Kompas.
Mohamad Final Daeng (19 April 2025) “Menelisik Kasus Keracunan Makanan” Kompas.
Negara, Kementerian Sekretariat. “Program Makan Bergizi Gratis Sentuh 20 Juta Penerima, Ciptakan 290 Ribu Lapangan Kerja | Sekretariat Negara“. www.setneg.go.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2025-10-02.
Pantau.com. 2025-03-12. “Audit Tiap Kuartal, Luhut Pantau Efektivitas MBG“. Diakses tanggal 2025-10-02.
Pantau.com. 2025-03-15. “Bamsoet: Kadin Siap Bangun 1.000 SPPG untuk Dukung Program MBG“. Pantau.com. 2025-03-15. Diakses tanggal 2025-10-02.
Pradana, Whisnu. “Terus Bertambah, Kini 1.333 Siswa di Bandung Barat Keracunan MBG“. detiknews. Diakses tanggal 2025-10-02.
Radar Aktual. “Investigasi Indonesia Business Post Baki MBG Diproduksi dari China Diduga Pakai Lemak Babi“.
Rizky, Martyasari. “NU Klaim Food Tray MBG Tidak Halal walau Sudah Steril dari Minyak Babi“. CNBC Indonesia. Diakses tanggal 2025-10-02.
Suara.com. “Polemik di Balik Ambisi Program Makan Bergizi Gratis: Anggaran Jumbo, Tapi Berpotensi Tak Tepat Sasaran“. Diakses tanggal 2025-10-02.
[1] Pemerintah Salurkan Makan Bergizi Gratis (MBG), Ini Sasaran Utama Penerimanya – Media Keuangan”https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/pemerintah-salurkan-makan-bergizi-gratis-mbg-ini-sasaran-utama-penerimanya.Diakses tanggal 2025-10-02
[2] Dewi, Ni Kadek Trisna Cintya (6 Januari 2025 | 14.58 WIB). “Resmi Dimulai Hari Ini, Siapa Saja Penerima Manfaat Makan Bergizi Gratis?”. Tempo. Diakses tanggal 2025-10-02.
[3] “MBG dan kasus keracunan yang mencapai 5.626 – Evaluasi menyeluruh atau alihkan anggaran untuk pendidikan?”. BBC News Indonesia. 2025-09-22. Diakses tanggal 2025-10-02.
[4] “Polemik di Balik Ambisi Program Makan Bergizi Gratis: Anggaran Jumbo, Tapi Berpotensi Tak Tepat Sasaran”. Suara.com. Diakses tanggal 2025-10-02.
[5] Ibid.,
[6] JAL (25 April 2025) “Siswa SD di Bombana Keracunan Ayam Basi” Kompas. Hlm. 11.
[7] Ibid.,
[8] Damayanti, Aulia. “3,2 Juta Orang Terima Makan Bergizi Gratis, Realisasi Anggaran Rp 2,3 T”. detikfinance. Diakses tanggal 2025-10-02.
[9] FLO (23 April 2025) “Seusai Mengonsumsi Paket MBG, 78 Siswa di Cianjur Diduga Keracunan” Kompas. hlm. 11.
[10] FLO (24 April 2025) “Ratusan Warga Keracunan, Cianjur Tetapkan KLB” Kompas. hlm. 15.
[11] FLO (2 Mei 2025) “Lagi, Siswa Keracunan Seusai Konsumsi Paket MBG” Kompas. hlm. 11.
[12] FLO (3 Mei 2025) “400 Pelajar Keracunan Seusai Santap Menu MBG” Kompas. hlm. 11.
[13] Fransiskus Wahyu Wardhana Dhany (15 Mei 2025) “Ironi MBG dan Kasus Keracunan” Kompas. hlm. 12.
[14] Rizky, Martyasari. “NU Klaim Food Tray MBG Tidak Halal walau Sudah Steril dari Minyak Babi”. CNBC Indonesia. Diakses tanggal 2025-10–02.