Sungai Batu Penang: Reclamation and Its Environmental Impact

0
67DB2068-00AE-4098-8983-4AC7E7A6CAA3

Author(s)          : Nasywa Meisya Khamila

Institution         : Universitas Jenderal Achmad Yani

Laut bukan hanya sekadar hamparan air yang luas, tetapi juga sumber kehidupan bagi jutaan orang, terutama para nelayan yang menggantungkan hidup mereka dari hasil laut. Namun, proyek reklamasi yang semakin marak kini mengancam keberadaan laut, ekosistem, dan mata pencaharian masyarakat pesisir. Reklamasi yang bertujuan untuk pengembangan kota dan infrastruktur sering kali mengorbankan para nelayan. Mereka kehilangan wilayah tangkap tradisional mereka karena laut yang dulu kaya akan ikan kini tertutup oleh pulau buatan atau mengalami pencemaran akibat proyek konstruksi. Akibatnya, banyak nelayan harus melaut lebih jauh dengan biaya yang lebih tinggi dan hasil tangkapan yang semakin berkurang.

Seorang nelayan di Sungai Batu, Penang, mengungkapkan keprihatinannya terhadap proyek reklamasi yang terus merambah laut mereka. “Kita sudah bantah pun kalah juga, kalau mau buat tambak laut pun kita terpaksa ikut saja.”

Bukan hanya nelayan yang dirugikan, tetapi juga ekosistem laut yang semakin terancam. Reklamasi mengganggu habitat alami berbagai spesies laut, mulai dari ikan, udang, hingga terumbu karang yang menjadi rumah bagi banyak organisme. Polusi dari proyek reklamasi juga memperburuk kondisi perairan, membuat banyak spesies kehilangan tempat hidupnya dan akhirnya punah. Lumpur dan limbah dari proyek reklamasi membuat air laut semakin keruh, menghambat sinar matahari yang dibutuhkan oleh terumbu karang dan organisme laut lainnya. Jika ini terus terjadi, bukan hanya ekosistem yang rusak, tetapi keseimbangan laut juga akan terganggu secara permanen. Selain nelayan, masyarakat luas juga merasakan dampak dari reklamasi yang tak terkendali. Harga ikan bisa naik karena hasil tangkapan semakin sedikit, dan masyarakat pesisir yang sebelumnya hidup dari sektor kelautan harus mencari pekerjaan lain yang belum tentu menjamin kesejahteraan mereka.

Dibutuhkan kebijakan yang lebih bijaksana dalam pengelolaan wilayah pesisir. Reklamasi tidak boleh hanya menguntungkan segelintir pihak tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap ekosistem dan masyarakat. Solusi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan harus menjadi prioritas agar laut tetap bisa memberikan manfaat bagi generasi mendatang.

The choice is ours. Preserve the sea or lose it forever.

@chocoiava Halo! Nama saya Nasywa Meisya Khamila yang sedang menempuh kuliah di Universitas Jenderal Achmad Yani dan mengikuti program Student Mobility di Universiti Sains Malaysia. Video ini merupakan hasil saya wawancara dengan salah satu nelayan yang bernama Pakcik Azizan mengenai kekhawatiran nelayan dengan adanya tambak laut atau reklamasi. The sea’s future depends on the choices we make today, yet we keep choosing concrete over life, profit over sustainability. Once the ocean is gone, there’s no bringing it back. Will we wait until it’s too late? @CPR USM ♬ suara asli – 🐙
@chocoiava [Part2] Halo! Nama saya Nasywa Meisya Khamila yang sedang menempuh kuliah di Universitas Jenderal Achmad Yani dan mengikuti program Student Mobility di Universiti Sains Malaysia. Video ini merupakan hasil saya wawancara dengan salah satu nelayan yang bernama Pakcik Azizan mengenai kekhawatiran nelayan dengan adanya tambak laut atau reklamasi. @CPR USM ♬ suara asli  – 🐙

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *